ucapkan ini ya.....

Selasa, 16 Juni 2009

Indikator Keimanan

Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa dipegang oleh pemiliknya. Maka perlu bagi kita kaum muslimin yang notaben juga mukmin mengenal tanda-tanda keimanan, agar dapat mengukur diri kita masing-masing apakah kita masuk orang orang yang difirmankan Allah :“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. 19:96).Di antara indikator iman yang benar adalah sebagai berikut:

1. Ittiba’ Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh Nabinya, sebab khawatir termasuk golongan yang disabdakan oleh beliau :“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga kemauan (hawa nafsunya) tunduk terhadap segala yang kusampaikan.”Hawanya, cintanya, angan-angan dan keinginanya senantiasa diukur dengan apa yang dibawa oleh Nabinya Shalallaahu alaihi wasalam, tidak menyelisihi perintahnya dan tidak melanggar larangannya, lisannya senantiasa berucap, yang Artinya:“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”. (QS. 3:53)

2. Tunduk Terhadap Hukum Allah Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun larangan, maka seorang mukmin tidak pikir-pikir lagi atau mencari alternatif yang lain. Namun menerima dengan sepenuh hati terhadap apa yang ditetapkan Allah tersebut dalam segala permasalahan hidup. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. 33:36)

3. Membenarkan Apa yang Disampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu Sedikitpun Seorang mukmin harus percaya dan membenarkan segala yang disampaikan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, meskipun belum mengetahui fadhilah atau hikmahnya. Jika kita telah memiliki sifat yang demikian, maka niscaya akan menjadi orang yang beruntung. Sebab Allah Subhannahu wa Ta’ala akan memasukkan kita dalam golongan yang disebutkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam firman Nya:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. 49:15)Sebagai misal,

ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mengatakan, bahwa wanita (pada mulanya) diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk yang memiliki sifat bengkok, maka seorang mukmin dan mukminah harus membenarkannya tanpa ragu sedikit pun. Wanita mukminah sejati tidak keberatan menerima hadits ini dan tidak meragukannya, demikian pula terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan wanita.

4. Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su’ul Khatimah Di antara ucapan seorang mukmin adalah sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala :“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Rabbmu”, maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang- orang yang berbakti.” (QS. 3:193)Seorang mukmin selalu melihat keburukan dirinya dan takut serta bersedih atas dosa-dosa yang pernah diperbuatnya.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,“Barang siapa yang bersedih terhadap keburukannya dan bergembira terhadap kebaikannya, maka dia seorang mukmin.” (HR. Ahmad)Maka bukan merupakan sifat seorang mukmin kalau bangga tatkala dapat melakukan keburukan dan kejahatan, atau malah bersedih apabila berbuat kebaikan.

5. Besar Rasa Takut dan Harapnya Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka, namun sekaligus berharap agar Allah menyelamatkannya, percaya akan rahmat Allah dan berharap agar segala amal perbuatannya diterima. Mereka memohon kepada Allah :“Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”.(QS. 3:194)

6. Sungguh-Sungguh dan Taat BeribadahSeorang mukmin selalu bersungguh-sungguh dan taat dalam beribadah kepada Allah, selalu beristighfar, terutama di waktu sahur. Firman Allah:“(Yaitu) orang-orang yang berdo’a, “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.”(QS. 3:16-17)Inilah di antara beberapa tanda-tanda iman, dan tentunya masih banyak lagi tanda-tanda lain yang tidak bisa disebutkan di sini.

Yang penting adalah kita mencoba mengukur diri sampai di mana keimanan kita, kalau seluruh tanda keimanan yang tersebut di atas ada pada diri kita, maka hendaklah memuji Allah karena telah memberikan karunia yang amat besar. Dan sebaliknya kalau masih banyak yang belum ada pada diri kita, maka marilah bersegera meraih dan mengejar ketertinggalan kita, sebelum pintu kehidupan ini tertutup.

Ikatan Iman yang Terkuat

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda : “Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Abu Dawud)Seorang mukmin hendaknya selalu melihat apakah dirinya telah mendapatkan tali terkuat ini atau kah belum? Sudahkah dirinya mampu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, atau kah malah justru mencintai dan membenci tergantung pada hawa nafsu dan pendapat sendiri?Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memusuhi karena Allah, loyal (berwala) karena Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan perwalian (cinta dan pembelaan) dari Allah dengan sebab tersebut. Seorang hamba tidak akan merasakan lezatnya iman, meskipun banyak shalat dan puasa, sehingga dia bersikap demikian itu.”

Sinar Keimanan

Iman akan memancarkan sinar yang terbit menyinari di dalam hati, sehingga hati menjadi hidup. Amr Ibnu Qais berkata, “Aku mendengar bukan hanya dari seorang shahabat saja yang berkata, “Cahaya iman adalah tafakkur.”Yaitu merenungkan dan memikirkan segala kebesaran dan kekuasaan Allah, segenap makhlukNya, memikirkan asma’ dan sifat sifat Allah yang Maha Luhur, sehingga kalau itu semua memenuhi hati, maka akan membuatnya bersinar dan bercahaya, yang itu akan terus menambah kedekatan dan rasa cinta terhadap Allah Rabb Pencipta dan Pemeliharanya.

Iman, Musik dan Lagu

Musik dan lagu tidak akan dapat bersatu di dalam hati seorang mukmin sejati, sehingga amatlah sulit untuk dapat mencapai keutuhan dan kesempurnaan iman. Sebab hati yang seharusnya ditempati secara keseluruhan untuk iman, ternyata ada jatah yang di sediakan untuk nyanyian dan musik, akan berbahaya kalau jatah untuk musik dan nyanyian lebih besar daripada jatah untuk keimanan.

Sebab musik dan lagu sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dapat menumbuhkan kamunafikan.Maka seorang mukmin hedaknya memakmurkan dan memenuhi hatinya dengan iman, jangan sampai nyanyian mendominasi hati karena itu dapat menjerumuskan ke dalam su’ul khatimah. Sebagaimana hal itu pernah terjadi di dalam kisah nyata, yaitu seorang yang akan meninggal dunia ketika dituntun untuk membaca syahadat dia tidak bisa mengucapkannya dan justru malah menyanyi. Na’udzu billah min dzalik.

Manisnya Iman

Manisnya iman dapat diraih dengan tiga hal sebagaimana yang disabdakan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yang artinya:“Tiga hal yang barang siapa memilki ketiganya, maka akan merasakan manisnya iman, (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dia cintai daripada selain keduanya, apabila menyintai seseorang, maka tidaklah dia mencintai, kecuali karena Allah, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke neraka.”(HR. Al-Bukhari)

Maka masing-masing kita hedaklah melihat, apakah Allah dan Rasul telah kita tempatkan di atas semua orang, termasuk anak, istri atau suami, serta segala kesenangan hidup? Lalu kita lihat juga apakan cinta kita terhadap sesama manusia sudah karena Allah, atau kah karena ada sebab-sebab lain seperti materi, tujuan keduniaan, kelompok dan golongan dan sebagai-nya? Lalu yang ketiga, apakah kita telah membenci kekufuran, termasuk pelakunya dan segala yang berkaitan dengan diri, kehidupan dan gayanya? Atau kah sebaliknya kita malah meniru (tasyabbuh), taklid dan ikut-ikutan terhadap prilaku kaum kufar?

Sikap Mukmin Terhadap Dosa

Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya ibarat kalau dia sedang duduk di bawah gunung dan takut kalau gunung itu runtuh menimpanya. Sedangkan seorang fajir (pelaku dosa) melihat dosanya ibarat (melihat) lalat yang terbang di depan hidungnya seraya mengatakan begini.” Para ulama manafsirkan, yaitu dengan menggerakkan tangannya di depan hidung layaknya mengusir lalat.Sikap seseorang terhadap dosa akan sangat berpengaruh terhadap sikap-sikapnya di dalam seluruh aspek kehidupan.

Hal ini disebabkan karena tatkala seseorang menganggap kecil dan remeh sebuah dosa, maka cenderung akan berbuat semaunya.Maka seorang mukmin kalau berbuat dosa akan merasa sedih, takut dan gelisah karena kekuatan imannya mendorong demikian. Ia tidak melihat besar kecilnya dosa, namun melihat kepada siapa berbuat dosa. Demikian hendaknya masing-maing kita menyi-kapi dosa, karena hal itu akan mendorong ke arah sikap-sikap positif se-perti introspeksi (muhasabah), mawas diri, hati-hati serta banyak beristighfar.Mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta’ala memasukkan kita semua ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan iman yang sejati dan benar, serta menghapuskan dosa dan kesalahan kita baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Amin.Sumber: Kutaib,”Min ‘alamatil iman ash shadiq,” Asma’ binti Abdur Rahman Al Bani, bittasharruf wazzi-yadh. (Ibnu Djawari)

Tenggelam dalam Kesibukan Duniawi

Akankah kita tenggelam dalam kesibukan duniawi sehingga mengabaikan ibadah………..
Rasulullah saw bersabda, ”Tujuh orang yang berada dalam naungan Allah, yaitu di bawah naungan ‘Arsy-Nya, yang pada Hari itu tiada naungan kecuali naungan-Nya : (1) Imam yang adil, (2) Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla sebagai bekalnya…” 15]

Bahwa bebas dari kesibukan lain demi tenggelam dalam ibadah dapat terjadi apabila kita meluangkan waktu dan hati untuk-Nya. Dan ini merupakan salah satu hal paling penting dalam hal ibadah. Tanpa hal ini, kehadiran hati tidak mungkin terjadi dan ibadah yang dilakukan tanpa kehadiran dan perhatian hati tidak memiliki nilai. Ada dua hal yang mendorong perhatian hati.

Pertama, memiliki waktu yang luang dan hati yang masih belum disibukkan oleh apa pun;

Kedua, membuat hati memahami pentingnya ibadah. Yang dimaksud dengan “waktu luang” adalah kita harus menyisihkan waktu khusus untuk ibadah, waktu yang kita curahkan diri semata-mata untuk ibadah, tanpa diganggu pikiran atau kesibukan lain.

Kalau kita mau memahami bahwa ibadah adalah satu hal yang penting dan mempunyai arti lebih besar dibandingkan dengan aktivitas lainnya, kita tentu akan menyisihkan waktu untuknya dan dengan saksama memanfaatkan waktu ibadah itu sebaik-baiknya.

Orang yang shalih tentu akan memperhatikan waktu-waktu ibadahnya dalam keadaan apapun. Tentu saja, dia akan memerhatikan waktu-waktu shalat yang merupakan amal ibadah yang penting, melaksanakannya pada waktu-waktunya yang terbaik (awal waktu), dan tidak memikirkan pekerjaan lain selama waktu-waktu itu.

Seperti halnya dia sudi menyisihkan waktu khusus untuk mencari nafkah, belajar dan berdikusi, dia pun juga harus sudi mengkhususkan sebagian waktunya untuk ibadah dan bebas dari pikiran tentang hal lain sehingga dia mendapatkan konsentrasi hati yang merupakan inti ibadah.

Namun, seperti penulis ini, kalau dia beribadah karena terpaksa dan menganggap ibadahnya kepada Tuhan sebagai masalah yang kurang penting, tentu saja dia akan menunda-nundanya selama itu dapat ditunda dan dalam beribadah dia tidak bersungguh-sungguh atau asal-asalan karena menganggap ibadah sebagai menghalangi apa yang dibayangkan sebagai tugas yang penting.

Ibadah semacam itu bukan saja tidak memiliki kecemerlangan spiritual, melainkan juga menyebabkan murka Allah dan dia tergolong orang yang meremehkan dan mengabaikan ibadah. (Kita berlindung kepada Allah dari meremehkan ibadah dan dari tidak memberikan makna yang sepatutnya terhadap ibadah) 16]

Rasulullah saww bersabda, ”Isilah waktu luangmu dengan mentaati Allah dan beribadat kepada-Nya sebelum datang musibah kepadamu yang membuatmu lalai dari beribadah.” 17]

SIBUK BERIBADAH SAMPAI TAK SEMPAT MEMINTA
Al-Qur’an yang mulia mengatakan, ”Janganlah kamu menyembah kecuali kepada Allah.” (al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 83)

Berkata Imam al-‘Askari as tentang ayat di atas, ”Bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang kesibukkannya beribadah kepada Allah sehingga ia tak sempat meminta, niscaya Allah karuniai dia yang lebih utama daripada yang telah Allah berikan kepada orang-orang yang meminta (kepada-Nya)18]

BERIBADAH SAMPAI DATANG KEYAKINAN
Al-Qur’an yang suci mengatakan, ”Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (Al Qur’an Surat al-Hijr [15] ayat 99)

Ibadah dan tindakan adalah sarana untuk mengukur keimanan. Keimanan sejati mengejawantah dalam bentuk amal saleh. Jika seseorang beriman kepada Allah, memelihara dirinya serta beramal baik, maka dia tidak akan menderita kesusahan ataupun kesedihan.

Realitas batin manusia pada hakikatnya selalu gembira. Adapun pintu kebahagiaan terletak pada kesadaran bahwa senantiasa mengikuti hawa nafsu itu pada dasarnya cenderung merugikan.

Cara untuk keluar dari kegelapan adalah dengan meyakini bahwa cahaya kebenaran akan diketahui, dan juga dengan memiliki niat serta perbuatan baik. Jadi, seseorang akan mulai dapat melihat kesaling-terkaitan penciptaan dan mengembangkan pemahaman akan adanya substruktur ketuhanan tunggal yang mendasari segala eksistensi.

Orang yang beriman, malahan, menyembah langsung sumber makanan batinnya, yang menjaga agar selamat dari kegelapan yang melingkupi orang lain dan yang memberinya cahaya dan pencerahan.

Sumber tersebut menambah keimanannya melalui ‘ ubudiyah (ibadah)nya dan melindunginya dari segala bahaya. Ibadah menjadikan perjalanannya mu’abbad (mudah, lancar, tidak ada perlawanan). Dengan kerendahan hatinya ia diangkat semakin lama semakin dekat kepada sumber mata air. Dan pada akhir (hayat) nya ia menemukan semua yang ia yakini (pada tahap tertentu) dan abdikan kepada Tuhannya dalam bentuk keyakinan yang hakiki.


BERIBADAHLAH SAMPAI DATANG KEMATIAN

Allah SwT berfirman, ”Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (QS 15 : 99)

Menurut para mufassir, maksud al-yaqin pada ayat tersebut adalah al-maut, yaitu kematian, sehingga maksud ayat tersebut adalah : Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian. Atau dengan kata lain: “Abdikanlah dirimu kepada Tuhan selama hidupmu” 19]

Karena itulah Ruhullah Isa as berkata, ”Dan Dia memerintahkan kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup.” (QS 19 : 31) 20]

Manusia tidak mendatangi Keyakinan, akan tetapi keyakinanlah yang mendatangi manusia. Itulah karenanya Allah SwT berfirman, ”sampai datang kepadamu keyakinan”. Manusia harus secara aktif mencari Allah, tetapi secara pasif harus rela (ridha) menerima apa pun yang Allah berikan kepadanya. 21]

Selasa, 09 Juni 2009

Pintu Pintu Masuknya Setan

Hati manusia bagaikan benteng sedangkan syetan adalah musuh yang senantiasa mengintai untuk menguasai benteng tersebut. Kita tidak bisa menjaga benteng kalau tidak melindungi atau menjaga/menutup pintu-pintu masuknya syetan ke dalam hati. Kalau kita ingin memiliki kemampuan untuk menjaga pintu agar tidak diserbu syetan, kita harus mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan syetan sebagai jalan untuk menguasai benteng tsb.

Melindungi hati dari gangguan syetan adalah wajib oleh karena itu mengetahui pintu masuknya syetan itu merupakan syarat untuk melindungi hati kita maka kita diwajibkan untuk mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan jalan untuk menguasi hati manusia.Pintu tempat masuknya syetan adalah semua sifat kemanusiaan manusia yang tidak baik. Berarti pintu yang akan dimasuki syetan sebenarnya sangat banyak, Namun kita akan membahas pintu-pintu utama yang dijadikan prioritas oleh syetan untuk masuk menguasai manusia. Di antara pintu-pintu besar yang akan dimasuki syetan itu adalah:

1. Marah
Marah adalah kalahnya tentara akal oleh tentara syetan. Bila manusia marah maka syetan bisa mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan kelereng atau bola. Orang marah adalah orang yang sangat lemah di hadapan syetan.

2. Hasad
Manusia bila hasud dan tamak menginginkan sesuatu dari orang lain maka ia akan menjadi buta. Rasulullah bersabda:” Cintamu terhadap sesuatu bisa menjadikanmu buta dan tuli” Mata yang bisa mengenali pintu masuknya syetan akan menjadi buta bila ditutupi oleh sifat hasad dan ketamakan sehingga tidak melihat. Saat itulah syetan mendapatkan kesempatan untuk masuk ke hati manusia sehingga orang itu mengejar untuk menuruti syahwatnya walaupun jahat.

3. Perut kenyang
Rasa kenyang menguatkan syahwat yang menjadi senjata syetan.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Iblis pernah menampakkan diri di hadapan Nabi Yahya bin Zakariyya a.s. Beliau melihat pada syetan beberapa belenggu dan gantungan pemberat untuk segala sesuatu seraya bertanya. Wahai iblis belenggu dan pemberat apa ini? Syetan menjawab: Ini adalah syahwat yang aku gunakan untuk menggoda anak cucu Adam.

Yahya bertanya: Apa hubungannya pemberat ini dengan manusia ? Syetan menjawab: Bila kamu kenyang maka aku beri pemberat sehingga engkau enggan untuk sholat dan dzikir. Yahya bertanya lagi: Apa lainnya? Tidak ada! Jawab syetan. Kemudian Nabi Yahya berkata: Demi Allah aku tidak akan mengenyangkan perutku dengan makanan selamanya. Iblis berkata. Demi Allah saya tidak akan memberi nasehat pada orang muslim selamanya.
Kebanyakan makan mengakibatkan munculnya enam hal tercela:

· Menghilangkan rasa takut kepada Allah dari hatinya.
· Menghilangkan rasa kasih sayang kepada makhluk lain karena ia mengira bahwa semua makhluk sama kenyangnya dengan dirinya.
· Mengganggu ketaatan kepada Allah
· Bila mendengarkan ucapan hikmah ia tidak mendapatkan kelembutan
· Bila ia bicara tentang ilmu maka pembicaraannya tidak bisa menembus hati manusia.
· Akan terkena banyak penyakit jasmani dan rohani

4. Cinta perhiasan dan perabotan rumah tangga
Bila syetan melihat hati orang yang sangat mencintai perhiasan dan perabotan rumah tangga maka iblis bertelur dan beranak dan menggodanya untuk terus berusaha melengkapi dan membaguskan semua perabotan rumahnya, menghiasi temboknya, langit-langitnya dst. Akibatnya umurnya habis disibukkan dengan perabotan rumah tangga dan melupakan dzikir kepada Allah.

5. Tergesa-gesa dan tidak melakukan recheck
Rasulullah pernah bersabda: Tergesa-gesa termasuk perbuatan syetan dan hati-hati adalah dari Allah SWT. Allah berfirman: ”Manusia diciptakan tergesa-gesa” dalam ayat lain dditegaskan: “Sesungguhnya manusia itu sangat tergesa-gesa. Mengapa kita edilarang tergesa-gesa? Semua perbuatan harus dilakukan dengan pengetahuan dan penglihatan mata hati. Penglihatan hata hati membutuhkan perenungan dan ketenangan. Sedangkan tergesa-gesa menghalangi itu semua. Ketika manusia tergesa-gesa dalam melakukan kewajiban maka syetan menebarkan kejahatannya dalam diri manusia tanpa disadari.

6. Mencintai harta
Kecintaan terhadap uang dan semua bentuk harta akan menjadi alat hebat bagi syetan. Bila orang memiliki kecintaan kuat terhadap harta maka hatinya akan kosong. Kalau dia mendapatkan uang sebanyak satu juta di jalan maka akan muncul dari harta itu sepuluh syahwat dan setiap syahwat membutuhkan satu juta. Demikianlah orang yang punya harta akan merasa kurang dan menginginkan tambahan lebih banyak lagi.

7. Ta’assub bermadzhab dan meremehkan kelompok lain.
Orang yang ta’assub dan memiliki anggapan bahwa kelompok lain salah sangat berbahaya. Orang yang demikian akan banyak mencaci maki orang lain.
Meremehkan dan mencaci maki termasuk sifat binatang buas. Bila syetan menghiasi pada manusia bahwa taassub itu seakan-akan baik dan hak dalam diri orang itu maka ia semakin senang untuk menyalahkan orang lain dan menjelekkannya.

8. Kikir dan takut miskin.
Sifat kikir ini mencegah seseorang untuk memberikan infaq atau sedekah dan selalu menyeru untuk menumpuk harta kekayaan dan siksa yang pedih adalah janji orang yang menumpuk harta kekayaan tanpa memberikan haknya kepada fakir miskin. Khaitsamah bin Abdur Rahman pernah berkata: Sesungguhnya syaitan berkata: Anak cucu Adam tidak akan mengalahkanku dalama tiga hal perintahku: Aku perintahkan untuk mengambil harta dengan tanpa hak, menginfakkannya dengan tanpa hak dan menghalanginya dar hak kewajibannya (zakat).Sufyan berkata: Syetan tidak mempunyai senjata sehebat senjata rasa takutnya manusia dari kemiskinan. Apabila ia menerima sifat ini maka ia mengambil harta tanpa hak dan menghalanginya dari kewajiban zakatnya.

9. Memikirkan Dzat Allah
Orang yang memikirkan dzat Allah tidak akan sampai kepada apa yang diinginkannya ia akan tersesat karena akal manusia tidak akan sampai kesana. Ketika memikirkan dzat Allah ia akan terpeleset pada kesyirikan.

10. Suudzon terhadap orang Islam ghibah.
Allah berfirman dalam Surat Al Hujuroot 12 sbb.:Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?

Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.Rasulullah pernah bersabda: Jauhillah tempat-tempat yang bisa memunculkan prasangka buruk.Kalau ada orang yang selalu suudzdzon dan selalu mencari cela orang lain maka sebenarnya ia adalah orang yang batinnya rusak.

Orang mukmin senantiasa mencari maaf dan ampunan tetapi orang munafik selalu mencari cela orang lain.Itulah sebagian pintu-pintu masuknya syetan untuk menguasai benteng hatinya.
Kalau kita teliti secara mendetail kita pasti tidak akan mampu menghitung semua pintu masuknya syetan ke dalam hati manusiaSekarang bagiamana solusi dari hal ini? Apakah cukup dengan zikrullah dan mengucapkan “Laa haula wa laa quwwata illa billah”? ketahuilah bahwa upaya untuk membentengi hati dari masuknya serbuan syetaan adalah dengan menutup semua pintu masuknya syetan dengan membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela yang disebutkan di atas.

Bila kita bisa memutuskan akar semua sifat tercela maka syetan mendapatkan berbagai halangan untuk memasukinya ia tidak bisa menembus ke dalam karena zikrullah. Namun perlu diketahui bahwa zikir tidak akan kokoh di hati selagi hati belum dipenuhi dengan ketakwaan dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela. Bila orang yang hatinya masih diliputi oleh akhlak tercela maka zikrullah hanyalah omongan jiwa yang tidak menguasai hati dan tidak akan mampu menolak kehadiran syetan.

Oleh sebab itu Allah berfirman:Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. ( Al A’raaf 201)Perumpamaan syetan adalah bagaikan anjing lapar yang mendekati anda. Bila anda tidak memiliki roti atau daging pasti ia akan meninggalkanmu walaupun Cuma menghardiknya dengan ucapan kata. Tapi bila di tangan kita ada daging maka ia tidak akan pergi dari kita walaupun kita sudah berteriak ia ingin merebut daging dari kita. Demikian juga hati bila tidak memiliki makanan syetan akan pergi hanya dengan dzikrullah.

Syahwat bila menguasai hati maka ia akan mengusir dzikrullah dari hati ke pinggirnya saja dan tidak bisa merasuk dalam relung hati. Sedangkan orang-orang muttaqin yang terlepas dari hawa nafsu dan sifat-sifat tercela maka ia akan dimasuki syetan bukan karena syahwat tapi karena kelalaian dari dzikrullah apabila ia kembali berdzikir maka syetan langsung takut. Inilah yang ditegaskan firman Allah dalam ayat sebelumnya:Artinya: Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( Al A’roof ayat 200) Dalam ayat lain disebutkan:Artinya: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.

Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An Nahl 98-100)Mengapa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Bila Umar ra. Melewati suatu lereng maka syetan mengambil lereng selain yang dilewati Umar.”? Karena Umar memiliki hati yang bersih dari sifat-sifat tercela sehingga syetan tidak bisa mendekat. Kendatipun hati berusaha menjauhkan diri dari syetan dengan dzikrullah tapi mustahil syetan akan menjauh dari kita bila kita belum membersihkan diri dari tempat yang disukai syetan yaitu syahwat, seperti orang yang meminum obat sebelum melindungi diri dari penyakit dan perut masih disibukkan dengan makanan yang akan dicerna. Taqwa adalah perlindungan hati dari syahwat dan nafsu apabila zikrullah masuk kedalam hati yang kosong dari zikir maka syetan mendesak masuk seperti masuknya penyakit bersamaan dengan dimakannya obat dalam perut yang masih kosong.

Allah SWT berfirman :Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (Qoof 37).

WAllahu a’lamu bis showab.

Beberapa Cara Mendekatkan Diri kpd Allah

1. Sholat wajib tepat waktu, selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah
Dengan sholat, berdo'a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, damai dan makin dekat dengan-Nya

2. Sholat tahajud
Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi keheningan dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat terjadi atas izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan dengan urusan pekerjaan ataupun urusan-urusan duniawi lainnya sehingga dapat lebih khusyu saat menghadap kepada-Nya.

3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat secepat kilat menjemput.

4. Membayangkan tidur di dalam kubur.
Membayangkan tidur dalam kuburan yang sempit , gelap dan sunyi saat kita mati nanti. Semoga amal ibadah kita selama di dunia ini dapat menemani kita di alam kubur nanti.

5. Membayangkan kedahsyatan siksa neraka.
Azab Allah sangat pedih bagi yang tidak menjauhi larangan-Nya dan tidak mengikuti perintah-Nya. Ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka-Mu, karena kami sangat takut akan siksa neraka-Mu.Ya Allah bimbinglah kami agar dapat memanfaatkan sisa hidup kami untuk selalu dijalan-Mu.……

6. Membayangkan surga-Nya.
Kesenangan duniawi hanya bersifat sementara, sangat singkat dibanding dengan kenikmatan di akhirat yang tidak dibatasi waktu.Semoga kita dapat selalu mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah diizinkan untuk meraih Surga-Nya. Amin…..

7a. Mengikuti tausyiah atau mengikuti pengajian secara rutin seminggu satu kali (minimal), dua kali atau lebih. Insya Allah... dengan mendengar tausyiah atau mengikuti pengajian, akan meningkatkan keimanan karena selalu diingatkan kembali utk selalu dekat kpd Allah SWT. Perlu dicatat, dikarenakan iman bisa turun atau naik, maka harus dijaga agar iman tetap stabil pada keadaan tinggi/ kuat dengan mengikuti tausyiah, pengajian dsb.

7b. Bergaul dengan orang-orang sholeh.
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa tingkat keimanan kita bisa turun atau naik, untuk itu perlu dijaga agar tingkat keimanan kita tetap tinggi. Berada pada lingkungan kondusif dimana orang-orangnya dekat dengan Allah SWT, Insya Allah juga akan membawa kita untuk makin dekat kepada-Nya.

8. Membaca Al Qur'an dan maknanya (arti dari setiap ayat yang dibaca)
Insya Allah dengan membaca Al Qur'an dan maknanya, akan menjadikan kita makin dekat dengan-Nya.

9. Menambah pengetahuan keislaman dengan berbagai cara, antara lain dengan : membaca buku, membaca di internet (tentang pengetahuan Islam, artikel Islam, tausyiah dsb), melihat video Islami yang dapat meningkatkan keimanan kita.

10. Merasakan kebesaran Allah SWT, atas semua ciptaan-Nya seperti Alam Semesta (jagad raya yang tidak berbatas) beserta semua isinya.

11. Merenung atas semua kejadian alam yang terjadi di sekeliling kita (tsunami, gunung meletus, gempa dsb). Dimana semua itu mungkin berupa ujian keimanan, peringatan, atau teguran bagi kita agar kita selalu ingat kepada-Nya/ mengikuti perintah-Nya. Bukan makin tersesat ke perbuatan maksiat atau perbuatan lain yang dilarang oleh-Nya. Ya Allah kami mohon bimbingan-Mu agar kami dapat selalu introspeksi atas semua kesalahan yang kami perbuat, meninggalkan larangan-Mu dan kembali ke jalan-Mu ya Allah.

12. Mensyukuri begitu besar nikmat yang sudah diberikan oleh Allah SWT
Jangan selalu melihat ke atas, lihatlah orang lain yang lebih susah. Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh-Nya.Saat ini kita masih bisa bernafas, masih bisa makan, bisa minum, masih mempunyai keluarga, masih mempunyai apa yang kita miliki saat ini,masih mempunyai panca indera mata, hidung, telinga dan...masih bisa bernafas (masih diberi kesempatan hidup). Masih pantaskah kita tidak bersyukur dan tidak berterimakasih pada-Nya.

Pohon yg digugurkan Daun Dosanya (Ketika sakit menimpa diri)

Tiap-tiap yg berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS 21:35)

Di saat terbaring di ranjang, ketika sakit mendera, wajahmu Ibu yang membayang. Wajahmu ibu menjadi obat yang menumbuhkan kekuatan di tubuh. Bayang kehadiranmu Ibu, menjadi spirit kekuatan, ketika setiap orang sakit senantiasa merasa tiada berdaya. Tapi, lelaki berusia 50-an yang terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, kini merasa berdaya. Betul, beberapa hari sebelumnya, ia merasa menjadi manusia sia-sia lantaran tidak mampu menanggung rasa sakit. Bahkan, ia merasa Allah yang belakangan kian rajin dihampiri-Nya, menampik kasihnya. Bukankah bila Ia membalas kasihnya, demikian ia berpikir, tidak akan mengirimkan sakit kepadanya?

Di puncak rasa putus asa, lelaki berusia 50-an itu, teringat kepada almarhumah ibunya. Ibunya menghabiskan sebagian kehidupannya dengan deraan sakit. Pelbagai jenis penyakit, mulai jantung, hipertensi, kanker, silih berganti menggerumus tubuh sang ibu. Bahkan, vertigo yang kemudian turut melumpuhkan sistem saraf, membuat perempuan tua itu terbaring terus menerus selama lebih tujuh tahun. Akibatnya, ketika lima anaknya menikah, membuatnya tidak dapat sepenuhnya meneguk kegembiraan seperti jamaknya orangtua yang menikahkan putra-putrinya. Ia hanya berbaring sendirian membayangkan rona keriaan di wajah anak-anaknya.

Begitu menderita kehidupanmu, wahai Ibu? Sang ibu justru belajar makna kesabaran dari setiap penyakit yang silih berganti mendera. Tiada keluhan berkepanjangan. Ia tidak menyesali Allah yang belum juga memberi kesembuhan padanya. Anak-anaknya jarang menemukannya berlinang air mata ketika kehidupannya hanya sebatas ranjang. Sebaliknya, ia tetap melaksanakan ibadah ketika hanya mampu berbaring, menghabiskan waktunya dengan berzikir.

Kendati kehidupannya sebatas ranjang, perempuan tua itu tetap semangat mengikuti perkembangan yang ada di luar kamarnya. Bahkan, lebih mengagumkan lagi, ia menjadi sumber wejangan: tidak hanya bagi anak-anaknya tetapi handai taulan yang mengunjunginya. Tak jarang, ia menasihati handai taulan yang tertimpa musibah ringan laiknya jemari tertusuk duri, agar bersabar dan tawakal.

Tak mengherankan, bagi anak-anaknya termasuk pria berusia 50-an yang diserang sakit, sang ibu menjadi simbol kesabaran dan keikhlasan dalam menempuh ujian sakit. Tapi, siapakah yang mengirim spirit untuk mampu bertahan? Ketika anak-anaknya pernah mengeluh karena kasihan melihat orang tuanya terus menerus terbaring, sang ibu justru yang menyabarkan. ''Sakit itu ujian bagi kesabaran. Ini belum seberapa. Nabi Ayub saja yang menjadi utusan Allah lebih parah menerima cobaan sakit tetapi ia tetap tawakkal. Saat ia sujud, ulat yang ada di borok kepalanya terjatuh, tetapi dipungutnya dan dikembalikannya ke tempat semula,'' ujar sang emak mengutip kisah dari guru mengajinya semasa sehat.

Memang, Ayub menjadi simbol kesabaran, di tengah derita sakit. Allah pun mengisahkan: dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ''(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang'' (QS 21:83). Tiada seikhlas Ayub dalam menerima sakit sehingga Allah mengirimkan kesembuhan seperti sang ibu di usia senjanya menerima kesembuhan-Nya.

Mengapa Ayub --dan agaknya ibunya-- dapat tawakal? Nabi Ayub merupakan refleksi dari kesabaran dalam menerima penderitaan sakit. Ayub menjadi sumber inspirasi bagi ibu maupun setiap Muslim yang sabar dalam menerima cobaan-Nya. Bukankah Allah telah menjanjikan ujian dan cobaan untuk membuktikan keimanan seperti terkandung di dalam Alquran: Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ''Kami telah beriman'', sedang mereka tidak diuji lagi?...Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka (QS 29: 2-3).

Cobaan itu dapat dalam pelbagai bentuk: penyakit, meninggal orang yang dikasihi, maupun musibah. Ujian pun dapat hadir dengan rupa kekayaan yang melimpah. Tragisnya, terkecuali pelbagai penderitaan, kita seringkali merasa kekayaan dan kesenangan bukan cobaan, sehingga tergelincir lupa diri. Tak ayal, telah menjadi 'kodrat' manusia, ketika hidupnya senang melupakan Allah dan bersikap sebaliknya ketika mengalami kesengsaraan. Semua itu menyebabkan Nabi Muhammad bersabda, ''sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan'' (HR Turmudzi).

Demi menegaskan hal itu, Nabi suatu kali bersabda: ''Demi Allah! Bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku khawatir kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula'' (HR Bukhari).

Cobaan sebagai bentuk ujian seringkali dilipatgandakan bagi hamba yang alim dan berusaha menghampiri-Nya. Kenapa? Semakin seseorang ingin menghampiri-Nya, semakin Allah berusaha menguji kadar keimanannya. Tidak mengherankan, semua nabi mengalami pelbagai cobaan, seperti Ayub dengan penyakit maupun Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anak kesayangannya. Nabi Muhammad pun bersabda: ''Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang sangat banyak mendapatkan ujian itu adalah para nabi, kemudian baru orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya'' (HR Turmudzi).

Dengan demikian, selaiknya kita tidak menduga-duga bila seseorang yang menderita akibat cobaan, sebagai bentuk hukuman. Kenapa? Dengan ujian yang berat, sang insan belajar sabar dan ikhlas, untuk menerima segenap cobaan. Bukankah Nabi Ayub --maupun sang emak dalam kisah ini-- menggunakan cobaan berupa penyakit sebagai sarana membangun ikhlas dan ibadah?

Kemampuan menjadikan cobaan sebagai sarana beribadah sekaligus sabar dan ikhlas, sejatinya menghantar seseorang menghampiri dan menjadi kekasih-Nya; suatu maqom yang menjadi idaman pejalan ruhani. Dengan kesabaran dan keikhlasan menerima ujian tersebut, sejatinya pejalan ruhani akan menemui-Nya, dalam keadaan tiada berdosa (lihat HR Muttafaq alaih dan Turmudzi). Maka, wahai Emak, engkaulah melalui keikhlasan dalam menerima cobaan, menjadi pohon yang digugurkan daun dosanya.

Istighfar, Menghapus Duka dan Mengundang Rezeki

“Barang siapa memperbanyak Istighfar maka Allah akan membebaskannya dari kedukaan, dan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga.”
(Riwayat Abu Dawud).


Istighfar artinya memohon ampun kepada Allah SWT. Islam mengajarkan kepada umatnya agar memperbanyak istighfar. Rasulallah SAW sendiri sehari minimal 70 kali mengucapkan Istighfar (Riwayat Bukhari). Rasulallah yang sudah dijamin suci dari dosa (ma’sum) masih melakukan hal itu, apalagi kita, mestinya lebih banyak lagi beristighfar, karena jelas tidak dijamin suci. Bahkan mungkin lebih banyak dosanya ketimbang pahalanya.

Selain menghapus dosa, istighfar juga memberi manfaat lain. Ia bisa membuka pintu rezeki. Alquran mengatakan demikian. “ Maka Aku berkata (kepada mereka), Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu fan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai”. (S.Nuh [71]: 10-12).

Berkaitan dengan ayat di atas, dalam Tafsir Al-Maraghi ada cerita menarik. Hasan Al Basri adalah salah satu generasi tabi’in (ulama yang pernah bertemu dengan sahabat). Ia ulama berilmu dan shaleh. Banyak orang dating kepadanya bertanya soal agama dan minta nasehat atas berbagai persoalan. Suatu kali datang kepadanya seorang laki-laki mengadu tentang masa paceklik yang menimpanya. Hasan pun menerima pengaduan itu dengan penuh perhatian. Tapi nasihat yang diberikan tidak panjang-panjang. Ia hanya berucap “Beristighfarlah kepada Allah SWT”.

Tak berapa lama datang laki-laki lain yang mengeluh soal kemelaratan yang menderanya. Ulama yang masyhur itu juga hanya bilang “Beristighfarlah kepada Allah SWT”. Ada pula laki-laki lain yang berkata “Doakanlah aku agar Allah memberiku anak”. Lagi-lagi Hasan Cuma bilang “Beristighfarlah kepada Allah SWT”. Datang lagi laki-laki lain yang mengeluh kebunnya mengalami kekeringan. Jawaban Hasan tetap sama “Beristighfarlah kepada Allah SWT”.

Sikap Hasan tadi rupanya menjadi perhatian seseorang. Orang itu bingung, ditanya berbagai persolan, eh…jawabannya itu-itu saja. Memangnya semua persoalan itu bisa dipecahkan dengan hanya membaca Istighfar, kira-kira begitu pikiran orang itu. Tak tahan menahan keheranan, ia pun bertanya kepada Hasan, “Beberapa orang laki-laki mendatangimu mengeluhkan berbagai persoalan, tetapi engkau hanya menyuruh mereka semua untuk membaca istighfar!”. Hasan menjawab tenang “Aku sama sekali tidak mengatakan apapun dari diriku sendiri. Sesungguhnya Allah SWT berfirman (seperti itu)”. Ulama yang namany masyhur hingga kini itu lalu mengutip surat Nuh ayat 10-12 seperti dikutip di atas.

Anak, Hujan dan Rezeki.

Kisah ini terdapat dalam Musnad Abu Hanifah. Dari kitab yang ditulis oleh imam Hanafi, salah satu imam mahzab, disebutkan sebuah riwayat dari Jabir bin Abdullah. Suatu ketika, ada seseorang yang dating menemui Nabi SAW. Orang ini belum dikaruniai anak, karena itu ia ingin mendapat keturunan. Rasulallah SAW lalu berkata “Engkau memperbanyak Istighfar dan sedekah maka engkau akan diberi rizki dengan lantaran keduanya.” Laki-laki itu lalu memperbanyak Istighfar dan sedekah. Jabir mengatakan bahwa laki-laki itu akhirnya dikaruniai sembilan anak laki-laki.

Ini kisah lain lagi, dituturkan Syaikh ‘Aidh al-Qarni, penulis buku best seller La Tahzan. Ada seorang yang tak kunjung dikarunia anak. Sementara para dokter sudah angkat tangan tidak mampu mengobatinya dan obat-obatan pun sudah tidak mempan lagi. Orang itu akhirnya bertanya kepada salah seorang ulama yang kemudian menyarankan kepadanya, “Hendaklah engkau memperbanyak Istighfar di kala subuh dan sore hari, sesungguhnya Allah SWT mengatakan perihal orang-orang yang beristighfar, ‘Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu.’ (Nuh[71]:12). Lelaki itu kemudian memperbanyak Istighfar secara terus menerus. Akhirnya dengan izin Allah SWT dan kasih sayang Nya, ia pun mendapatkan keturunan yang shaleh-shaleh.

Umar bin Khaththab, salah satu sahabat Rasuallah SAW yang pernah menjadi Amirul Mukminin memegang erat ayat-ayat tersebut ketika ia meminta supaya Allah SWT menurunkan hujan. Mathraf meriwayatkan dari cerita asy-Sya’bi bahwa suatu ketika Umar keluar dari rumahnya untuk berkumpul bersama orang-orang meminta hujan turun. Namun, Umar hanya membaca Istighfar dan tidak lebih dari itu, sampai akhirnya ia pulang. Ada orang berkata kepadanya, “Aku tidak mendengar engkau memohon supaya turun hujan.” Umar berkata, “Aku memohon supaya didatangkan bintang majadin di langit yang biasanya turun membawa hujan. Setekah itu ia membaca ayat (dalam surat Nuh ayat 10-12), Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada tuhanmu, sesungguhnya Dia maha pengampun niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”

Allah SWT berfirman dalam kitab Nya yang mulia, “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhamnu dan bertaubat kepadaNya, (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan…”(Hud[11]:3).
Ayat tersebut menyatakan janji Allah SWT yang akan memberikan kenikmatan bagi orang yang memohon ampunan dan bertaubat. Adapun yang dimaksud “Dia akan memeberi kenikmatan yang baik”,menurut Ibnu Abbas adalah memeberi anugerah berupa rezeki dan kelapangan.
Al Qurtubi mengatakan, itulah buah dari Istighfar dan taubat, yaitu Allah SWT memberi kenikmatan dan berupa manfaat berupa luasnya rezeki dan kesenangan.

Adapun lafal istighfar itu macam-macam, sebagaimana terdapat dalam Hadis-hadis Shahih. Ada yang pendek dan ada pula yang panjang. Lafal-lafal itu antara lain, “Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” (Mutafaq’alaih).

“Aku Memohon ampunan kepada Allah, zat yang tiada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup lagi Maha Menegakkan dan aku bertaubat kepadan-Nya.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, Hakim).

Namun jika semua hal itu telah dilakukan, lalu pertolonga Allah SWT tak kunjung dating, tak layak bagi seorang beriman bersikap putus asa, hingga mengaggapnya sebagai ketidakadilan Tuhan. Naudzubillah mindzalik. Boleh jadi yang demikian itu merupakan cara “terbaik” Allah SWT menyayangi dan menyelamatkan hamba-Nya.

Nah, marilah kita beristighfar sebanyak-banyaknya dengan niat mengikuti perintah Nabi SAW. Semoga Allah SWT memberikan jalan keluar atas persoalan yang kita hadapi. Amin. Wallahu a’lam.

translator