ucapkan ini ya.....

Minggu, 23 Agustus 2009

puasa

Puasa dalam agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Qur'an di surat Al-Baqarah ayat 183.

"Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba 'alalladziina min qablikum la allakum tataquun"

“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa."

rahasia puasa

Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat
kelak.

Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.

1. Menguatkan Jiwa

Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang
didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti
apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu
merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta
merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada
perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha
untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang
membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu
yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini
manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi
karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu
itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt
sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung
mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan
kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang
artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
sesat berdasarkan ilmu-Nya. (QS 45:23)

Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil
mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi
kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh
derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci
dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka
pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan
oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Ada
tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka:
orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan
do’a orang yang dizalimi. (HR. Tirmidzi)

2. Mendidik Kemauan

Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang
sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk
melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala.
Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang
untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah Saw
menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.

Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani
seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima
akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah
mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat
besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang
muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang
dialami sangat sulit.

3. Menyehatkan Badan

Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik
dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa
kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh
Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para
dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita
tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa
pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan
dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga
mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi
perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga
untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk
udara.

4. Mengenal Nilai Kenikmatan

Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan
yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula
manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak
terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak
terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan
merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat
menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh
sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa
yang kita peroleh.

Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh
memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah
diperolehnya, tapi juga disuruh merasaakan langsung betapa
besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan
minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan
pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat
dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk
air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik
kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah
berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai
bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah
meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa
syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak,
baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya,
Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih. (QS 14:7)

5. Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain

Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada
kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang
lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan
akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara
penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari
sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan
rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang
mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum
teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di
Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di
Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia
lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan
sebagainya.

Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu,
sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk
menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap
kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan
orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang
mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran
jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta,
kikir dan sebagainya.

Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS 9:103)

Sambut dengan Gembira

Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting
bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus
menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa
gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita
bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan
meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.

Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus
kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin
memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk
mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat
kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt,
sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih
keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga
kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita
tentu harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang
mengalami krisis, krisis yang seharusnya diatasi dengan
memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan menggunakan
cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu
pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita
dari rahmat dan keberkahan dari Allah Swt

Cara memulai dan melaksanakan puasa akan sangat menentukan keberhasilan Anda. Dengan mengikuti tujuh langkah pokok berikut ini, Anda akan membuat waktu Anda bersama Tuhan menjadi lebih berarti dan bermanfaat secara rohani.

LANGKAH 1: Tentukan Tujuan Anda

Mengapa Anda berpuasa? Apakah puasa itu untuk pembaharuan rohani, untuk mencari kehendak Allah, untuk kesembuhan, untuk menyelesaikan suatu masalah, atau untuk mendapatkan hikmat dalam mengatasi keadaan yang sulit? Mintalah agar Roh Kudus memperjelas pimpinan-Nya kepada Anda dalam menentukan tujuan berdoa dan berpuasa. Hal ini akan memungkinkan Anda untuk berdoa dengan lebih spesifik dan strategis.

Dengan berdoa dan berpuasa, kita merendahkan diri di hadapan Allah, sehingga Roh Kudus akan mengendlikan jiwa kita, membangunkan gereja kita,d an memulihkan negeri kita seperti yang dinyatakan dalam 2 Tawarikh 7:14. Jadikan ini prioritas dalam puasa Anda.

LANGKAH 2: Tetapkan Komitmen Anda

Berdoalah untuk jenis puasa apa yang akan anda jalani. Isa menganjurkan kepada semua murid-murid-Nya supaya berpuasa. (Matius 6:16-18; 9:14,15) Bagi Dia, yang menjadi persoalan adalah bilamana orang percaya berpuasa, dan bukan kalau mereka mau berpuasa. Sebelum berpuasa, tetapkan terlebih dahulu hal-hal berikut:



Berapa lama Anda akan berpuasa - setengah hari, satu hari, satu minggu, beberapa minggu,atau empat puluh hari. (Seorang pemula dapat memulai berpuasa dalam waktu yang pendek, kemudian mengembangkannya lebih lama.)
Jenis puasa apa yang Tuhan kehendaki untuk Anda lakukan (puasa hanya dengan minum air saja, atau minum air dan juice; serta jenis juice apa yang akan Anda minum dan berapa sering meminumnya.)
Kegiatan fisik dan sosial apa yang akan Anda batasi.
Berapa lama waktu yang akan Anda gunakan untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan setiap harinya.

Menetapkan komitmen seperti ini akan menolong Anda mempertahankan diri dari godan-godaan fisik dan tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi Anda menghentikan puasa.

LANGKAH 3: Persiapkan Diri Anda Secara Rohani

Informs pada saat berdoa

Hal yang paling mendasar dari doa dan puasa adalah pertobatan. Dosa yang belum diakui akan menghambat doa-doa Anda. Berikut ini beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mempersiapkan hati Anda:

Mintalah agar Tuhan menolong Anda membuat daftar dos-dosa Anda.
Akuilah setiap dosa yang diingatkan oleh Roh Kudus, dan terimalah pengampunan Allah (1 John 1:9).
Mintalah maaf kepada semua orang yang telah Anda sakiti, dan ampunilah mereka yang telah menyakiti Anda. (Mark 11:25; Luke 11:4; 17:3,4).
Berikan ganti rugi kepada orang yang Anda rugikan segera setelah Roh Kudus mengingatkan tentang hal ini.
Mintalah agar Roh Kudus memenuhi Anda sesuai dengan perintah-Nya dalam Efesus 5:18 dan janji-Nya dalam 1 Yohanes 5:14,15.
Prsembahkan seluruh hidup Anda kepada Isa Almasih yang adalah Tuhan; jangan menuruti keinginan daging. (Roma 12:1,2).
Renungkanlah sifat-sifat Allah, kasih-Nya, kedulatan-Nya, kuasa-Nya, kesetiaan-Nya, anugerah-Nya, belas kasih-Nya, dan yang lainnya. (Mazmur 48:9,10; 103:1-8, 11-13).
Mulailah puasa Anda dengan hati yang penuh pengharapan (Ibrani 11:6).
Jangan menganggap remeh musuh rohani Anda. Setan akan meningkatkan peperangan antara roh dan kedgingan. (Galatia 5:16,17).

LANGKAH 4: Persiapkan fisik Anda

Lakukanlah antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi saat Anda berpuasa. Berkonsultasilah terlebih dahulu dengan dokter, khususnya kalau selama ini Anda diharuskan meminum obat atau menderita sakit kronis. Beberapa orang tidak dapat berpuasa tanpa pengawasan atau saran dokter.

Persiapan fisik dapat mempermudahkanAnda mengatasi perubahan drastis yang terjadi dalam kebiasaan makan, sehingga Anda dapat lebih banyak mengambil waktu bersama dengan Tuhan di dalam doa.

Janganlah tergesa-gesa memasuki saat berpuasa.
Persiapkan tubuh Anda.Makanlah makanan-makanan ringan sebelum memulai berpuasa. Hindari makanan yang tinggi kadar lemak dan gulanya.
Makanlah sayur dan buah-buahan selama 2 hari sebelum berpuasa.

keutamaan puasa




[1] KEDUDUKAN SHAUM RAMADHAN

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…”.

Kewajiban Bagi Kaum Yang Beriman
Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 183).

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380).

Ketika menjelaskan ayat di atas beliau mengatakan, “Allah mengarahkan pembicaraannya (di dalam ayat ini, pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keimanan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga karena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Namun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan karena meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380-381).

Menunaikan kewajiban merupakan ibadah yang sangat utama, karena kewajiban merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda membawakan firman Allah ta’ala (dalam hadits qudsi),

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…” (HR. Bukhari [6502] dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

An-Nawawi mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mengerjakan kewajiban lebih utama daripada mengerjakan amalan yang sunnah.” (Syarh Arba’in li An-Nawawi yang dicetak dalam Ad-Durrah As-Salafiyah, hal. 265).

Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat pokok yang sangat agung yaitu kewajiban harus didahulukan sebelum perkara-perkara yang sunnah. Dan ia juga menunjukkan bahwa amal yang wajib itu lebih dicintai Allah dan lebih banyak pahalanya.” (Bahjat Al-Qulub Al-Abrar, hal. 116).

Al-Hafizh mengatakan, “Dari sini dapat dipetik pelajaran bahwasanya menunaikan kewajiban-kewajiban merupakan amal yang paling dicintai oleh Allah.” (Fath Al-Bari, 11/388).

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Amal-amal wajib lebih utama daripada amal-amal sunnah. Menunaikan amal yang wajib lebih dicintai Allah daripada menunaikan amal yang sunnah. Ini merupakan pokok agung dalam ajaran agama yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’at dan ditetapkan pula oleh para ulama salaf.” Kemudian beliau menyebutkan hadits di atas. Setelah itu beliau mengatakan, “Maka hadits ini memberikan penunjukan yang sangat gamblang bahwa amal-amal wajib lebih mulia dan lebih dicintai Allah daripada amal-amal sunnah.” Kemudian beliau menukil ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar di atas (lihat Tajrid Al-Ittiba’ fi Bayan Tafadhul Al-A’maal, hal. 34).

[2] KEUTAMAAN SHAUM

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi…”

Menghapuskan Dosa-Dosa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari [38, 1901, 2014] dan Muslim [760] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Yang dimaksud dengan iman di sini adalah meyakini wajibnya puasa yang dia lakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengharapkan pahala/ihtisab adalah keinginan mendapatkan balasan pahala dari Allah ta’ala (Fath Al-Bari, 4/136).

An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang populer di kalangan para ulama ahli fikih menyatakan bahwa dosa-dosa yang terampuni dengan melakukan puasa Ramadhan itu adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar (lihat Al-Minhaj, 4/76). Hal itu sebagaimana tercantum dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Shalat lima waktu. Ibadah Jum’at yang satu dengan ibadah jum’at berikutnya. Puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya. Itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim [233]).

Di dalam kitab Shahihnya Bukhari membuat sebuah bab yang berjudul ‘Shalat lima waktu sebagai penghapus dosa’ kemudian beliau menyebutkan hadits yang senada, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

“Bagaimana menurut kalian kalau seandainya ada sebuah sungai di depan pintu rumah kalian dan dia mandi di sana sehari lima kali. Apakah masih ada sisa kotoran yang ditinggalkan olehnya?”. Para sahabat menjawab, “Tentu saja tidak ada lagi kotoran yang masih ditingalkan olehnya.” Maka beliau bersabda, “Demikian itulah perumpamaan shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Bukhari [528] dan Muslim [667]).

Ibnu Hajar mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini lebih luas daripada dosa kecil maupun dosa besar. Akan tetapi Ibnu Baththal mengatakan, ‘Dari hadits ini diambil kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah khusus dosa-dosa kecil saja, sebab Nabi menyerupakan dosa itu dengan kotoran yang menempel di tubuh. Sedangkan kotoran yang menempel di tubuh jelas lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan bekas luka ataupun kotoran-kotoran manusia.’.”

Meskipun demikian, Ibnu Hajar membantah ucapan Ibnu Baththal ini dengan menyatakan bahwa yang dimaksud oleh hadits bukanlah kotoran ringan yang sekedar menempel di badan, namun yang dimaksudkan adalah kotoran berat yang benar-benar sudah melekat di badan. Penafsiran ini didukung oleh bunyi riwayat lainnya yang dibawakan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri dengan sanad la ba’sa bihi yang secara tegas menyebutkan hal itu.

Oleh sebab itulah Al-Qurthubi mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa melakukan shalat lima waktu itulah yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa, akan tetapi makna ini janggal. Namun terdapat hadits lain yang diriwayatkan sebelumnya oleh Muslim dari penuturan Al-Alla’ dari Abu Hurairah secara marfu’ Nabi bersabda, ‘Shalat yang lima waktu adalah penghapus dosa di antara shalat-shalat tersebut selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Berdasarkan dalil yang muqayyad (khusus) ini maka hadits lain yang muthlaq (umum) harus diartikan kepada makna ini.” (lihat Fath Al-Bari, 2/15).

Hadits-hadits yang menyebutkan tentang penghapusan dosa karena amal kebaikan di atas sesuai dengan kandungan firman Allah ta’ala,

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

“Sesungguhnya amal-amal kebaikan itu akan menghapuskan dosa-dosa.” (QS. Huud [11] : 114).

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah menyatakan bahwa mengerjakan amal-amal kebaikan akan dapat menghapuskan dosa-dosa di masa silam…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 4/247). Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di dalam ayat di atas adalah dosa-dosa kecil (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 391).

Sebagaimana Allah juga menjadikan tindakan menjauhi dosa-dosa besar sebagai sebab dihapuskannya dosa-dosa kecil. Allah berfirman,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang kepada kalian niscaya Kami akan menghapuskan dosa-dosa kecil kalian dan Kami akan memasukkan kalian ke dalam tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisaa’ [4] : 31).

Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa definisi yang paling tepat untuk dosa besar adalah segala bentuk pelanggaran yang diberi ancaman hukuman khusus (hadd) di dunia atau ancaman hukuman tertentu di akhirat atau ditiadakan status keimanannya atau timbulnya laknat karenanya atau Allah murka kepadanya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan ucapan Ibnu Abbas mengenai firman Allah di atas. Ibnu Abbas mengatakan, “Dosa besar adalah segala bentuk dosa yang berujung dengan ancaman neraka, kemurkaan, laknat, atau adzab.” (HR. Ibnu Jarir, disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 2/202).

Ibnu Abi Hatim menuturkan : Abu Zur’ah menuturkan kepada kami : Utsman bin Syaibah menuturkan kepada kami : Jarir menuturkan kepada kami riwayat dari Mughirah. Dia (Mughirah) mengatakan, “Tindakan mencela Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma juga termasuk dosa besar.” Ibnu Katsir mengatakan, “Sekelompok ulama bahkan berpendapat kafirnya orang yang mencela Sahabat, ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Malik bin Anas rahimahullah.” Muhammad bin Sirin mengatakan, “Aku tidaklah mengira bahwa ada seorang pun yang menjatuhkan nama Abu Bakar dan Umar sementara dia adalah orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi). (lihat keterangan ini dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203).

Qatadah mengatakan tentang makna ayat di atas, “Allah hanya menjanjikan ampunan bagi orang yang menjauhi dosa-dosa besar.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203).

Termasuk bagian dari menjauhi dosa besar ialah dengan senantiasa menunaikan kewajiban yang apabila ditinggalkan maka pelakunya terjerumus dalam dosa besar seperti halnya meninggalkan shalat, meninggalkan shalat Jum’at, atau meninggalkan puasa Ramadhan (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176).

Memasukkan Ke Dalam Surga
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan rambutnya acak-acakan. Dia mengatakan,
“Wahai Rasulullah. Beritahukan kepadaku tentang shalat yang Allah wajibkan untuk kukerjakan?”.
Beliau menjawab,
“Shalat lima waktu, kecuali kalau kamu mau menambahnya dengan shalat sunnah.”
Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku puasa yang Allah wajibkan untukku?”.
Beliau menjawab,
“Puasa di bulan Ramadhan, kecuali kalau kamu mau menambah dengan puasa sunnah.”
Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku zakat yang Allah wajibkan untukku.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitahukan kepadanya syari’at-syari’at Islam. Orang itu lalu mengatakan, “Demi Dzat yang telah memuliakan anda dengan kebenaran. Aku tidak akan menambah sama sekali, dan aku juga tidak akan menguranginya barang sedikitpun dari kewajiban yang Allah bebankan kepadaku.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Dia beruntung jika dia memang jujur.”
Atau beliau mengatakan,
“Dia akan masuk surga jika dia benar-benar jujur/konsekuen dengan ucapannya itu.” (HR. Bukhari [46, 1891, 2678, dan 9656] dan Muslim [11]).

Membentengi Pelakunya Dari Perbuatan Buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

“Puasa adalah perisai, maka janganlah dia berkata kotor dan bertindak dungu. Kalau pun ada orang yang mencela atau mencaci maki dirinya hendaknya dia katakan kepadanya, “Aku sedang puasa.” Dua kali. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi. (Allah berfirman) ‘Dia rela meninggalkan makanannya, minumannya, dan keinginan nafsunya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.’ Setiap kebaikan itu pasti dilipatgandakan sepuluh kalinya.” (HR. Bukhari [1894] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Yang dimaksud dengan kata-kata kotor (rofats) di dalam hadits ini adalah ucapan yang keji. Kata rofats juga terkadang dimaksudkan untuk menyebut jima’ beserta pengantar-pengantarnya. Atau bisa juga maknanya lebih luas daripada itu semua (Fath Al-Bari, 4/123).

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ini bukan berarti di selain waktu puasa orang boleh mengucapkan kata-kata kotor. Hanya saja ketika sedang berpuasa maka larangan terhadap hal itu semakin keras dan semakin tegas (Fath Al-Bari, 4/124).

Kata rofats dengan makna jima’ bisa dilihat dalam ayat,

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ

“Dihalalkan untuk kalian pada malam (bulan) puasa melakukan rafats (jima’) kepada isteri-isteri kalian.” (QS. Al-Baqarah [2] : 187).

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata rofats di dalam ayat ini maksudnya adalah jima’. Inilah tafsiran Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Thawus, Salim bin Abdullah, Amr bin Dinar, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Adh-Dhahhaak, Ibrahim An-Nakha’i, As-Suddi, Atha’ Al-Khurasani, dan Muqatil bin Hayan (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 1/286).

Dan yang dimaksud dengan bau mulut -orang yang puasa- tersebut adalah bau mulut yang timbul akibat berpuasa, bukan karena sebab yang lain (Fath Al-Bari, 4/125).

Sedangkan yang dimaksud dengan ‘keinginan nafsunya’ di dalam hadits ini adalah hasrat untuk berjima’, sebab penyebutannya digandengkan dengan makan dan minum (Fath Al-Bari, 4/126).

Sebuah Pintu Khusus Di Surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk Surga melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’. Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya…” (HR. Bukhari [1896] dari Sahl radhiyallahu’anhu).

Yang dimaksud dalam hadits dengan orang yang rajin puasa bukanlah orang yang hanya mengerjakan puasa dan tidak mengerjakan shalat, sebab orang seperti ini tidak akan masuk surga akibat kekafirannya (meninggalkan shalat, pen). Akan tetapi yang dimaksud adalah kaum muslimin yang banyak-banyak berpuasa maka dia akan dipanggil agar melalui pintu tersebut. Sehingga setiap penghuni surga akan memasuki surga melalui pintu-pintunya yang berjumlah delapan (lihat Syarh Riyadhush Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 3/388-389).

Masing-masing pintu di surga memiliki kekhususan. Hal itu sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya,

مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلَى مَنْ دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ كُلِّهَا قَالَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُم

“Barangsiapa yang berinfak dengan sepasang hartanya di jalan Allah maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Hai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Maka orang yang termasuk golongan ahli shalat maka ia akan dipanggil dari pintu shalat. Orang yang termasuk golongan ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad. Orang yang termasuk golongan ahli puasa akan dipanggil dari pintu Ar-Royyan. Dan orang yang termasuk golongan ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”
Ketika mendengar hadits ini Abu Bakar pun bertanya, “Ayah dan ibuku sebagai penebus anda wahai Rasulullah, kesulitan apa lagi yang perlu dikhawatirkan oleh orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu. Mungkinkah ada orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut?”.
Maka beliau pun menjawab, “Iya ada. Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka.” (HR. Bukhari [1897 dan 3666] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Al-Qadhi menukil ucapan Al-Harawi ketika menerangkan makna ’sepasang hartanya’ : Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ’sepasang harta’ adalah dua ekor kuda, dua orang budak, atau dua ekor onta (Al-Minhaj oleh An-Nawawi, 4/351). Sedangkan yang dimaksud dengan berinfak di jalan Allah dalam hadits ini mencakup berinfak untuk segala bentuk amal kebaikan, bukan khusus untuk jihad saja (Al-Minhaj, 4/352).

Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap orang yang beramal akan dipanggil dari pintunya masing-masing. Hal ini didukung dengan hadits dari jalur lain juga dari Abu Hurairah yang mengungkapkannya secara tegas, Nabi bersabda,

لِكُلِّ عَامِل بَاب مِنْ أَبْوَاب الْجَنَّة يُدْعَى مِنْهُ بِذَلِكَ الْعَمَل

“Bagi setiap orang yang beramal terdapat sebuah pintu khusus di surga yang dia akan dipanggil melalui pintu tersebut karena amal yang telah dilakukannya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih, demikian kata Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari, 7/30).

Hadits ini juga menunjukkan betapa mulia kedudukan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Sebab Nabi mengatakan di akhir hadits ini, “Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka -yaitu orang yang dipanggil dari semua pintu surga-.” Para ulama mengatakan bahwa harapan dari Allah atau Nabi-Nya pasti terjadi. Dengan pernyataan ini maka hadits di atas termasuk kategori hadits yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Hadits ini juga menunjukkan bahwa betapa sedikit orang yang bisa mengumpulkan berbagai amal kebaikan di dalam dirinya (Fath Al-Bari, 7/31).

Abu Bakar adalah orang yang memiliki berbagai bentuk amal shalih dan ketaatan. Hal itu terbukti sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?”. Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?”. Maka Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”. Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim [1027 dan 1028] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, ”Tidaklah Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau sholat, akan tetapi karena sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya.” Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, ”Sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat terhadap (sesama) makhluk-Nya.” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, hal. 102).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

”Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, akan baiklah seluruh anggota tubuh. Dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari [52] dan Muslim [1599] dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma).

Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, ”Di dalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan gerak-gerik anggota badan manusia, kemauan dirinya untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, kesanggupannya meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat (ketidakjelasan) adalah sangat tergantung pada gerak-gerik hatinya. Apabila hatinya bersih, yaitu tatkala di dalamnya tidak ada selain kecintaan kepada Allah dan kecintaan terhadap apa-apa yang dicintai Allah, rasa takut kepada Allah dan khawatir terjerumus dalam hal-hal yang dibenci-Nya, maka niscaya akan menjadi baik pula gerak-gerik seluruh anggota badannya. Dari sanalah tumbuh sikap menjauhi segala macam keharaman dan sikap menjaga diri dari perkara-perkara syubhat untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan…” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, hal. 93).

An-Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan penegasan agar bersungguh-sungguh dalam upaya memperbaiki hati dan menjaganya dari kerusakan.” (Al-Minhaj, 6/108).

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah, “Poros baik dan rusaknya (amalan) adalah bersumber dari hati. Apabila hatinya baik maka seluruh tubuh juga akan baik. Dan jika ia rusak, maka seluruh anggota tubuh akan ikut rusak. Dari faidah ini muncul perkara yang lain yaitu : sudah semestinya memperhatikan masalah hati lebih daripada perhatian terhadap masalah amal anggota badan. Sebab hati adalah poros amalan. Dan hati itulah yang nanti pada hari kiamat akan menjadi objek utama ujian yang ditujukan kepada manusia. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apakah mereka tidak mengetahui ketika mayat yang ada di dalam kubur dibangkitkan dan dikeluarkan apa-apa yang tersembunyi di dalam dada.” (QS. Al-’Adiyat : 9-10). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha Kuasa untuk mengembalikannya. Pada hari itu akan diuji perkara-perkara yang tersembunyi (di dalam hati).” (QS. Ath-Thariq : 8-9). Maka sucikanlah hatimu dari kesyirikan, kebid’ahan, dengki dan perasaan benci kepada kaum muslimin, serta (bersihkanlah hatimu) dari akhlak-akhlak dan keyakinan lainnya yang bertentangan dengan syari’at, karena yang menjadi pokok segala urusan adalah hati.” (Syarh Arba’in, hal. 113).

Beliau juga mengatakan, “Apabila Allah di dalam kitab-Nya, serta Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya juga telah menegaskan agar memperbaiki niat, maka wajib bagi setiap manusia untuk memperbaiki niatnya dan memperhatikan adanya keragu-raguan yang tertanam di dalam hatinya untuk kemudian dilenyapkan olehnya menuju keyakinan. Lantas bagaimanakah caranya?”.

Beliau melanjutkan, “Hal itu dapat ditempuh dengan cara memperhatikan ayat-ayat. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam sungguh-sungguh terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal pikiran.” (QS. Ali ‘Imran : 190). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di langit dan di bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman, begitu juga dalam penciptaan diri kalian dan hewan-hewan melata yang bertebaran adalah tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Jatsiyah : 4). Maka silakan anda perhatikan ayat-ayat Allah yang lain.”

“Kemudian apabila syaitan membisikkan di dalam hati anda keragu-raguan, perhatikanlah ayat-ayat Allah, perhatikan alam semesta ini siapakah yang telah mengaturnya, perhatikanlah bagaimana keadaan bisa berubah-ubah, bagaimana Allah mempergilirkan perjalanan hari di antara umat manusia sampai anda benar-benar yakin bahwa alam ini memiliki pengatur yang maha bijaksana (yaitu Allah) ‘azza wa jalla…” (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/41).

Selasa, 16 Juni 2009

Indikator Keimanan

Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa dipegang oleh pemiliknya. Maka perlu bagi kita kaum muslimin yang notaben juga mukmin mengenal tanda-tanda keimanan, agar dapat mengukur diri kita masing-masing apakah kita masuk orang orang yang difirmankan Allah :“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. 19:96).Di antara indikator iman yang benar adalah sebagai berikut:

1. Ittiba’ Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh Nabinya, sebab khawatir termasuk golongan yang disabdakan oleh beliau :“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga kemauan (hawa nafsunya) tunduk terhadap segala yang kusampaikan.”Hawanya, cintanya, angan-angan dan keinginanya senantiasa diukur dengan apa yang dibawa oleh Nabinya Shalallaahu alaihi wasalam, tidak menyelisihi perintahnya dan tidak melanggar larangannya, lisannya senantiasa berucap, yang Artinya:“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”. (QS. 3:53)

2. Tunduk Terhadap Hukum Allah Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun larangan, maka seorang mukmin tidak pikir-pikir lagi atau mencari alternatif yang lain. Namun menerima dengan sepenuh hati terhadap apa yang ditetapkan Allah tersebut dalam segala permasalahan hidup. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. 33:36)

3. Membenarkan Apa yang Disampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu Sedikitpun Seorang mukmin harus percaya dan membenarkan segala yang disampaikan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, meskipun belum mengetahui fadhilah atau hikmahnya. Jika kita telah memiliki sifat yang demikian, maka niscaya akan menjadi orang yang beruntung. Sebab Allah Subhannahu wa Ta’ala akan memasukkan kita dalam golongan yang disebutkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam firman Nya:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. 49:15)Sebagai misal,

ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mengatakan, bahwa wanita (pada mulanya) diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk yang memiliki sifat bengkok, maka seorang mukmin dan mukminah harus membenarkannya tanpa ragu sedikit pun. Wanita mukminah sejati tidak keberatan menerima hadits ini dan tidak meragukannya, demikian pula terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan wanita.

4. Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su’ul Khatimah Di antara ucapan seorang mukmin adalah sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala :“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Rabbmu”, maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang- orang yang berbakti.” (QS. 3:193)Seorang mukmin selalu melihat keburukan dirinya dan takut serta bersedih atas dosa-dosa yang pernah diperbuatnya.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,“Barang siapa yang bersedih terhadap keburukannya dan bergembira terhadap kebaikannya, maka dia seorang mukmin.” (HR. Ahmad)Maka bukan merupakan sifat seorang mukmin kalau bangga tatkala dapat melakukan keburukan dan kejahatan, atau malah bersedih apabila berbuat kebaikan.

5. Besar Rasa Takut dan Harapnya Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka, namun sekaligus berharap agar Allah menyelamatkannya, percaya akan rahmat Allah dan berharap agar segala amal perbuatannya diterima. Mereka memohon kepada Allah :“Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”.(QS. 3:194)

6. Sungguh-Sungguh dan Taat BeribadahSeorang mukmin selalu bersungguh-sungguh dan taat dalam beribadah kepada Allah, selalu beristighfar, terutama di waktu sahur. Firman Allah:“(Yaitu) orang-orang yang berdo’a, “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.”(QS. 3:16-17)Inilah di antara beberapa tanda-tanda iman, dan tentunya masih banyak lagi tanda-tanda lain yang tidak bisa disebutkan di sini.

Yang penting adalah kita mencoba mengukur diri sampai di mana keimanan kita, kalau seluruh tanda keimanan yang tersebut di atas ada pada diri kita, maka hendaklah memuji Allah karena telah memberikan karunia yang amat besar. Dan sebaliknya kalau masih banyak yang belum ada pada diri kita, maka marilah bersegera meraih dan mengejar ketertinggalan kita, sebelum pintu kehidupan ini tertutup.

Ikatan Iman yang Terkuat

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda : “Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Abu Dawud)Seorang mukmin hendaknya selalu melihat apakah dirinya telah mendapatkan tali terkuat ini atau kah belum? Sudahkah dirinya mampu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, atau kah malah justru mencintai dan membenci tergantung pada hawa nafsu dan pendapat sendiri?Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memusuhi karena Allah, loyal (berwala) karena Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan perwalian (cinta dan pembelaan) dari Allah dengan sebab tersebut. Seorang hamba tidak akan merasakan lezatnya iman, meskipun banyak shalat dan puasa, sehingga dia bersikap demikian itu.”

Sinar Keimanan

Iman akan memancarkan sinar yang terbit menyinari di dalam hati, sehingga hati menjadi hidup. Amr Ibnu Qais berkata, “Aku mendengar bukan hanya dari seorang shahabat saja yang berkata, “Cahaya iman adalah tafakkur.”Yaitu merenungkan dan memikirkan segala kebesaran dan kekuasaan Allah, segenap makhlukNya, memikirkan asma’ dan sifat sifat Allah yang Maha Luhur, sehingga kalau itu semua memenuhi hati, maka akan membuatnya bersinar dan bercahaya, yang itu akan terus menambah kedekatan dan rasa cinta terhadap Allah Rabb Pencipta dan Pemeliharanya.

Iman, Musik dan Lagu

Musik dan lagu tidak akan dapat bersatu di dalam hati seorang mukmin sejati, sehingga amatlah sulit untuk dapat mencapai keutuhan dan kesempurnaan iman. Sebab hati yang seharusnya ditempati secara keseluruhan untuk iman, ternyata ada jatah yang di sediakan untuk nyanyian dan musik, akan berbahaya kalau jatah untuk musik dan nyanyian lebih besar daripada jatah untuk keimanan.

Sebab musik dan lagu sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dapat menumbuhkan kamunafikan.Maka seorang mukmin hedaknya memakmurkan dan memenuhi hatinya dengan iman, jangan sampai nyanyian mendominasi hati karena itu dapat menjerumuskan ke dalam su’ul khatimah. Sebagaimana hal itu pernah terjadi di dalam kisah nyata, yaitu seorang yang akan meninggal dunia ketika dituntun untuk membaca syahadat dia tidak bisa mengucapkannya dan justru malah menyanyi. Na’udzu billah min dzalik.

Manisnya Iman

Manisnya iman dapat diraih dengan tiga hal sebagaimana yang disabdakan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yang artinya:“Tiga hal yang barang siapa memilki ketiganya, maka akan merasakan manisnya iman, (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dia cintai daripada selain keduanya, apabila menyintai seseorang, maka tidaklah dia mencintai, kecuali karena Allah, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke neraka.”(HR. Al-Bukhari)

Maka masing-masing kita hedaklah melihat, apakah Allah dan Rasul telah kita tempatkan di atas semua orang, termasuk anak, istri atau suami, serta segala kesenangan hidup? Lalu kita lihat juga apakan cinta kita terhadap sesama manusia sudah karena Allah, atau kah karena ada sebab-sebab lain seperti materi, tujuan keduniaan, kelompok dan golongan dan sebagai-nya? Lalu yang ketiga, apakah kita telah membenci kekufuran, termasuk pelakunya dan segala yang berkaitan dengan diri, kehidupan dan gayanya? Atau kah sebaliknya kita malah meniru (tasyabbuh), taklid dan ikut-ikutan terhadap prilaku kaum kufar?

Sikap Mukmin Terhadap Dosa

Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya ibarat kalau dia sedang duduk di bawah gunung dan takut kalau gunung itu runtuh menimpanya. Sedangkan seorang fajir (pelaku dosa) melihat dosanya ibarat (melihat) lalat yang terbang di depan hidungnya seraya mengatakan begini.” Para ulama manafsirkan, yaitu dengan menggerakkan tangannya di depan hidung layaknya mengusir lalat.Sikap seseorang terhadap dosa akan sangat berpengaruh terhadap sikap-sikapnya di dalam seluruh aspek kehidupan.

Hal ini disebabkan karena tatkala seseorang menganggap kecil dan remeh sebuah dosa, maka cenderung akan berbuat semaunya.Maka seorang mukmin kalau berbuat dosa akan merasa sedih, takut dan gelisah karena kekuatan imannya mendorong demikian. Ia tidak melihat besar kecilnya dosa, namun melihat kepada siapa berbuat dosa. Demikian hendaknya masing-maing kita menyi-kapi dosa, karena hal itu akan mendorong ke arah sikap-sikap positif se-perti introspeksi (muhasabah), mawas diri, hati-hati serta banyak beristighfar.Mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta’ala memasukkan kita semua ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan iman yang sejati dan benar, serta menghapuskan dosa dan kesalahan kita baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Amin.Sumber: Kutaib,”Min ‘alamatil iman ash shadiq,” Asma’ binti Abdur Rahman Al Bani, bittasharruf wazzi-yadh. (Ibnu Djawari)

Tenggelam dalam Kesibukan Duniawi

Akankah kita tenggelam dalam kesibukan duniawi sehingga mengabaikan ibadah………..
Rasulullah saw bersabda, ”Tujuh orang yang berada dalam naungan Allah, yaitu di bawah naungan ‘Arsy-Nya, yang pada Hari itu tiada naungan kecuali naungan-Nya : (1) Imam yang adil, (2) Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla sebagai bekalnya…” 15]

Bahwa bebas dari kesibukan lain demi tenggelam dalam ibadah dapat terjadi apabila kita meluangkan waktu dan hati untuk-Nya. Dan ini merupakan salah satu hal paling penting dalam hal ibadah. Tanpa hal ini, kehadiran hati tidak mungkin terjadi dan ibadah yang dilakukan tanpa kehadiran dan perhatian hati tidak memiliki nilai. Ada dua hal yang mendorong perhatian hati.

Pertama, memiliki waktu yang luang dan hati yang masih belum disibukkan oleh apa pun;

Kedua, membuat hati memahami pentingnya ibadah. Yang dimaksud dengan “waktu luang” adalah kita harus menyisihkan waktu khusus untuk ibadah, waktu yang kita curahkan diri semata-mata untuk ibadah, tanpa diganggu pikiran atau kesibukan lain.

Kalau kita mau memahami bahwa ibadah adalah satu hal yang penting dan mempunyai arti lebih besar dibandingkan dengan aktivitas lainnya, kita tentu akan menyisihkan waktu untuknya dan dengan saksama memanfaatkan waktu ibadah itu sebaik-baiknya.

Orang yang shalih tentu akan memperhatikan waktu-waktu ibadahnya dalam keadaan apapun. Tentu saja, dia akan memerhatikan waktu-waktu shalat yang merupakan amal ibadah yang penting, melaksanakannya pada waktu-waktunya yang terbaik (awal waktu), dan tidak memikirkan pekerjaan lain selama waktu-waktu itu.

Seperti halnya dia sudi menyisihkan waktu khusus untuk mencari nafkah, belajar dan berdikusi, dia pun juga harus sudi mengkhususkan sebagian waktunya untuk ibadah dan bebas dari pikiran tentang hal lain sehingga dia mendapatkan konsentrasi hati yang merupakan inti ibadah.

Namun, seperti penulis ini, kalau dia beribadah karena terpaksa dan menganggap ibadahnya kepada Tuhan sebagai masalah yang kurang penting, tentu saja dia akan menunda-nundanya selama itu dapat ditunda dan dalam beribadah dia tidak bersungguh-sungguh atau asal-asalan karena menganggap ibadah sebagai menghalangi apa yang dibayangkan sebagai tugas yang penting.

Ibadah semacam itu bukan saja tidak memiliki kecemerlangan spiritual, melainkan juga menyebabkan murka Allah dan dia tergolong orang yang meremehkan dan mengabaikan ibadah. (Kita berlindung kepada Allah dari meremehkan ibadah dan dari tidak memberikan makna yang sepatutnya terhadap ibadah) 16]

Rasulullah saww bersabda, ”Isilah waktu luangmu dengan mentaati Allah dan beribadat kepada-Nya sebelum datang musibah kepadamu yang membuatmu lalai dari beribadah.” 17]

SIBUK BERIBADAH SAMPAI TAK SEMPAT MEMINTA
Al-Qur’an yang mulia mengatakan, ”Janganlah kamu menyembah kecuali kepada Allah.” (al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 83)

Berkata Imam al-‘Askari as tentang ayat di atas, ”Bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang kesibukkannya beribadah kepada Allah sehingga ia tak sempat meminta, niscaya Allah karuniai dia yang lebih utama daripada yang telah Allah berikan kepada orang-orang yang meminta (kepada-Nya)18]

BERIBADAH SAMPAI DATANG KEYAKINAN
Al-Qur’an yang suci mengatakan, ”Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (Al Qur’an Surat al-Hijr [15] ayat 99)

Ibadah dan tindakan adalah sarana untuk mengukur keimanan. Keimanan sejati mengejawantah dalam bentuk amal saleh. Jika seseorang beriman kepada Allah, memelihara dirinya serta beramal baik, maka dia tidak akan menderita kesusahan ataupun kesedihan.

Realitas batin manusia pada hakikatnya selalu gembira. Adapun pintu kebahagiaan terletak pada kesadaran bahwa senantiasa mengikuti hawa nafsu itu pada dasarnya cenderung merugikan.

Cara untuk keluar dari kegelapan adalah dengan meyakini bahwa cahaya kebenaran akan diketahui, dan juga dengan memiliki niat serta perbuatan baik. Jadi, seseorang akan mulai dapat melihat kesaling-terkaitan penciptaan dan mengembangkan pemahaman akan adanya substruktur ketuhanan tunggal yang mendasari segala eksistensi.

Orang yang beriman, malahan, menyembah langsung sumber makanan batinnya, yang menjaga agar selamat dari kegelapan yang melingkupi orang lain dan yang memberinya cahaya dan pencerahan.

Sumber tersebut menambah keimanannya melalui ‘ ubudiyah (ibadah)nya dan melindunginya dari segala bahaya. Ibadah menjadikan perjalanannya mu’abbad (mudah, lancar, tidak ada perlawanan). Dengan kerendahan hatinya ia diangkat semakin lama semakin dekat kepada sumber mata air. Dan pada akhir (hayat) nya ia menemukan semua yang ia yakini (pada tahap tertentu) dan abdikan kepada Tuhannya dalam bentuk keyakinan yang hakiki.


BERIBADAHLAH SAMPAI DATANG KEMATIAN

Allah SwT berfirman, ”Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (QS 15 : 99)

Menurut para mufassir, maksud al-yaqin pada ayat tersebut adalah al-maut, yaitu kematian, sehingga maksud ayat tersebut adalah : Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian. Atau dengan kata lain: “Abdikanlah dirimu kepada Tuhan selama hidupmu” 19]

Karena itulah Ruhullah Isa as berkata, ”Dan Dia memerintahkan kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup.” (QS 19 : 31) 20]

Manusia tidak mendatangi Keyakinan, akan tetapi keyakinanlah yang mendatangi manusia. Itulah karenanya Allah SwT berfirman, ”sampai datang kepadamu keyakinan”. Manusia harus secara aktif mencari Allah, tetapi secara pasif harus rela (ridha) menerima apa pun yang Allah berikan kepadanya. 21]

Selasa, 09 Juni 2009

Pintu Pintu Masuknya Setan

Hati manusia bagaikan benteng sedangkan syetan adalah musuh yang senantiasa mengintai untuk menguasai benteng tersebut. Kita tidak bisa menjaga benteng kalau tidak melindungi atau menjaga/menutup pintu-pintu masuknya syetan ke dalam hati. Kalau kita ingin memiliki kemampuan untuk menjaga pintu agar tidak diserbu syetan, kita harus mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan syetan sebagai jalan untuk menguasai benteng tsb.

Melindungi hati dari gangguan syetan adalah wajib oleh karena itu mengetahui pintu masuknya syetan itu merupakan syarat untuk melindungi hati kita maka kita diwajibkan untuk mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan jalan untuk menguasi hati manusia.Pintu tempat masuknya syetan adalah semua sifat kemanusiaan manusia yang tidak baik. Berarti pintu yang akan dimasuki syetan sebenarnya sangat banyak, Namun kita akan membahas pintu-pintu utama yang dijadikan prioritas oleh syetan untuk masuk menguasai manusia. Di antara pintu-pintu besar yang akan dimasuki syetan itu adalah:

1. Marah
Marah adalah kalahnya tentara akal oleh tentara syetan. Bila manusia marah maka syetan bisa mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan kelereng atau bola. Orang marah adalah orang yang sangat lemah di hadapan syetan.

2. Hasad
Manusia bila hasud dan tamak menginginkan sesuatu dari orang lain maka ia akan menjadi buta. Rasulullah bersabda:” Cintamu terhadap sesuatu bisa menjadikanmu buta dan tuli” Mata yang bisa mengenali pintu masuknya syetan akan menjadi buta bila ditutupi oleh sifat hasad dan ketamakan sehingga tidak melihat. Saat itulah syetan mendapatkan kesempatan untuk masuk ke hati manusia sehingga orang itu mengejar untuk menuruti syahwatnya walaupun jahat.

3. Perut kenyang
Rasa kenyang menguatkan syahwat yang menjadi senjata syetan.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Iblis pernah menampakkan diri di hadapan Nabi Yahya bin Zakariyya a.s. Beliau melihat pada syetan beberapa belenggu dan gantungan pemberat untuk segala sesuatu seraya bertanya. Wahai iblis belenggu dan pemberat apa ini? Syetan menjawab: Ini adalah syahwat yang aku gunakan untuk menggoda anak cucu Adam.

Yahya bertanya: Apa hubungannya pemberat ini dengan manusia ? Syetan menjawab: Bila kamu kenyang maka aku beri pemberat sehingga engkau enggan untuk sholat dan dzikir. Yahya bertanya lagi: Apa lainnya? Tidak ada! Jawab syetan. Kemudian Nabi Yahya berkata: Demi Allah aku tidak akan mengenyangkan perutku dengan makanan selamanya. Iblis berkata. Demi Allah saya tidak akan memberi nasehat pada orang muslim selamanya.
Kebanyakan makan mengakibatkan munculnya enam hal tercela:

· Menghilangkan rasa takut kepada Allah dari hatinya.
· Menghilangkan rasa kasih sayang kepada makhluk lain karena ia mengira bahwa semua makhluk sama kenyangnya dengan dirinya.
· Mengganggu ketaatan kepada Allah
· Bila mendengarkan ucapan hikmah ia tidak mendapatkan kelembutan
· Bila ia bicara tentang ilmu maka pembicaraannya tidak bisa menembus hati manusia.
· Akan terkena banyak penyakit jasmani dan rohani

4. Cinta perhiasan dan perabotan rumah tangga
Bila syetan melihat hati orang yang sangat mencintai perhiasan dan perabotan rumah tangga maka iblis bertelur dan beranak dan menggodanya untuk terus berusaha melengkapi dan membaguskan semua perabotan rumahnya, menghiasi temboknya, langit-langitnya dst. Akibatnya umurnya habis disibukkan dengan perabotan rumah tangga dan melupakan dzikir kepada Allah.

5. Tergesa-gesa dan tidak melakukan recheck
Rasulullah pernah bersabda: Tergesa-gesa termasuk perbuatan syetan dan hati-hati adalah dari Allah SWT. Allah berfirman: ”Manusia diciptakan tergesa-gesa” dalam ayat lain dditegaskan: “Sesungguhnya manusia itu sangat tergesa-gesa. Mengapa kita edilarang tergesa-gesa? Semua perbuatan harus dilakukan dengan pengetahuan dan penglihatan mata hati. Penglihatan hata hati membutuhkan perenungan dan ketenangan. Sedangkan tergesa-gesa menghalangi itu semua. Ketika manusia tergesa-gesa dalam melakukan kewajiban maka syetan menebarkan kejahatannya dalam diri manusia tanpa disadari.

6. Mencintai harta
Kecintaan terhadap uang dan semua bentuk harta akan menjadi alat hebat bagi syetan. Bila orang memiliki kecintaan kuat terhadap harta maka hatinya akan kosong. Kalau dia mendapatkan uang sebanyak satu juta di jalan maka akan muncul dari harta itu sepuluh syahwat dan setiap syahwat membutuhkan satu juta. Demikianlah orang yang punya harta akan merasa kurang dan menginginkan tambahan lebih banyak lagi.

7. Ta’assub bermadzhab dan meremehkan kelompok lain.
Orang yang ta’assub dan memiliki anggapan bahwa kelompok lain salah sangat berbahaya. Orang yang demikian akan banyak mencaci maki orang lain.
Meremehkan dan mencaci maki termasuk sifat binatang buas. Bila syetan menghiasi pada manusia bahwa taassub itu seakan-akan baik dan hak dalam diri orang itu maka ia semakin senang untuk menyalahkan orang lain dan menjelekkannya.

8. Kikir dan takut miskin.
Sifat kikir ini mencegah seseorang untuk memberikan infaq atau sedekah dan selalu menyeru untuk menumpuk harta kekayaan dan siksa yang pedih adalah janji orang yang menumpuk harta kekayaan tanpa memberikan haknya kepada fakir miskin. Khaitsamah bin Abdur Rahman pernah berkata: Sesungguhnya syaitan berkata: Anak cucu Adam tidak akan mengalahkanku dalama tiga hal perintahku: Aku perintahkan untuk mengambil harta dengan tanpa hak, menginfakkannya dengan tanpa hak dan menghalanginya dar hak kewajibannya (zakat).Sufyan berkata: Syetan tidak mempunyai senjata sehebat senjata rasa takutnya manusia dari kemiskinan. Apabila ia menerima sifat ini maka ia mengambil harta tanpa hak dan menghalanginya dari kewajiban zakatnya.

9. Memikirkan Dzat Allah
Orang yang memikirkan dzat Allah tidak akan sampai kepada apa yang diinginkannya ia akan tersesat karena akal manusia tidak akan sampai kesana. Ketika memikirkan dzat Allah ia akan terpeleset pada kesyirikan.

10. Suudzon terhadap orang Islam ghibah.
Allah berfirman dalam Surat Al Hujuroot 12 sbb.:Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?

Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.Rasulullah pernah bersabda: Jauhillah tempat-tempat yang bisa memunculkan prasangka buruk.Kalau ada orang yang selalu suudzdzon dan selalu mencari cela orang lain maka sebenarnya ia adalah orang yang batinnya rusak.

Orang mukmin senantiasa mencari maaf dan ampunan tetapi orang munafik selalu mencari cela orang lain.Itulah sebagian pintu-pintu masuknya syetan untuk menguasai benteng hatinya.
Kalau kita teliti secara mendetail kita pasti tidak akan mampu menghitung semua pintu masuknya syetan ke dalam hati manusiaSekarang bagiamana solusi dari hal ini? Apakah cukup dengan zikrullah dan mengucapkan “Laa haula wa laa quwwata illa billah”? ketahuilah bahwa upaya untuk membentengi hati dari masuknya serbuan syetaan adalah dengan menutup semua pintu masuknya syetan dengan membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela yang disebutkan di atas.

Bila kita bisa memutuskan akar semua sifat tercela maka syetan mendapatkan berbagai halangan untuk memasukinya ia tidak bisa menembus ke dalam karena zikrullah. Namun perlu diketahui bahwa zikir tidak akan kokoh di hati selagi hati belum dipenuhi dengan ketakwaan dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela. Bila orang yang hatinya masih diliputi oleh akhlak tercela maka zikrullah hanyalah omongan jiwa yang tidak menguasai hati dan tidak akan mampu menolak kehadiran syetan.

Oleh sebab itu Allah berfirman:Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. ( Al A’raaf 201)Perumpamaan syetan adalah bagaikan anjing lapar yang mendekati anda. Bila anda tidak memiliki roti atau daging pasti ia akan meninggalkanmu walaupun Cuma menghardiknya dengan ucapan kata. Tapi bila di tangan kita ada daging maka ia tidak akan pergi dari kita walaupun kita sudah berteriak ia ingin merebut daging dari kita. Demikian juga hati bila tidak memiliki makanan syetan akan pergi hanya dengan dzikrullah.

Syahwat bila menguasai hati maka ia akan mengusir dzikrullah dari hati ke pinggirnya saja dan tidak bisa merasuk dalam relung hati. Sedangkan orang-orang muttaqin yang terlepas dari hawa nafsu dan sifat-sifat tercela maka ia akan dimasuki syetan bukan karena syahwat tapi karena kelalaian dari dzikrullah apabila ia kembali berdzikir maka syetan langsung takut. Inilah yang ditegaskan firman Allah dalam ayat sebelumnya:Artinya: Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( Al A’roof ayat 200) Dalam ayat lain disebutkan:Artinya: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.

Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An Nahl 98-100)Mengapa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Bila Umar ra. Melewati suatu lereng maka syetan mengambil lereng selain yang dilewati Umar.”? Karena Umar memiliki hati yang bersih dari sifat-sifat tercela sehingga syetan tidak bisa mendekat. Kendatipun hati berusaha menjauhkan diri dari syetan dengan dzikrullah tapi mustahil syetan akan menjauh dari kita bila kita belum membersihkan diri dari tempat yang disukai syetan yaitu syahwat, seperti orang yang meminum obat sebelum melindungi diri dari penyakit dan perut masih disibukkan dengan makanan yang akan dicerna. Taqwa adalah perlindungan hati dari syahwat dan nafsu apabila zikrullah masuk kedalam hati yang kosong dari zikir maka syetan mendesak masuk seperti masuknya penyakit bersamaan dengan dimakannya obat dalam perut yang masih kosong.

Allah SWT berfirman :Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (Qoof 37).

WAllahu a’lamu bis showab.

Beberapa Cara Mendekatkan Diri kpd Allah

1. Sholat wajib tepat waktu, selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah
Dengan sholat, berdo'a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, damai dan makin dekat dengan-Nya

2. Sholat tahajud
Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi keheningan dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat terjadi atas izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan dengan urusan pekerjaan ataupun urusan-urusan duniawi lainnya sehingga dapat lebih khusyu saat menghadap kepada-Nya.

3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat secepat kilat menjemput.

4. Membayangkan tidur di dalam kubur.
Membayangkan tidur dalam kuburan yang sempit , gelap dan sunyi saat kita mati nanti. Semoga amal ibadah kita selama di dunia ini dapat menemani kita di alam kubur nanti.

5. Membayangkan kedahsyatan siksa neraka.
Azab Allah sangat pedih bagi yang tidak menjauhi larangan-Nya dan tidak mengikuti perintah-Nya. Ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka-Mu, karena kami sangat takut akan siksa neraka-Mu.Ya Allah bimbinglah kami agar dapat memanfaatkan sisa hidup kami untuk selalu dijalan-Mu.……

6. Membayangkan surga-Nya.
Kesenangan duniawi hanya bersifat sementara, sangat singkat dibanding dengan kenikmatan di akhirat yang tidak dibatasi waktu.Semoga kita dapat selalu mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah diizinkan untuk meraih Surga-Nya. Amin…..

7a. Mengikuti tausyiah atau mengikuti pengajian secara rutin seminggu satu kali (minimal), dua kali atau lebih. Insya Allah... dengan mendengar tausyiah atau mengikuti pengajian, akan meningkatkan keimanan karena selalu diingatkan kembali utk selalu dekat kpd Allah SWT. Perlu dicatat, dikarenakan iman bisa turun atau naik, maka harus dijaga agar iman tetap stabil pada keadaan tinggi/ kuat dengan mengikuti tausyiah, pengajian dsb.

7b. Bergaul dengan orang-orang sholeh.
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa tingkat keimanan kita bisa turun atau naik, untuk itu perlu dijaga agar tingkat keimanan kita tetap tinggi. Berada pada lingkungan kondusif dimana orang-orangnya dekat dengan Allah SWT, Insya Allah juga akan membawa kita untuk makin dekat kepada-Nya.

8. Membaca Al Qur'an dan maknanya (arti dari setiap ayat yang dibaca)
Insya Allah dengan membaca Al Qur'an dan maknanya, akan menjadikan kita makin dekat dengan-Nya.

9. Menambah pengetahuan keislaman dengan berbagai cara, antara lain dengan : membaca buku, membaca di internet (tentang pengetahuan Islam, artikel Islam, tausyiah dsb), melihat video Islami yang dapat meningkatkan keimanan kita.

10. Merasakan kebesaran Allah SWT, atas semua ciptaan-Nya seperti Alam Semesta (jagad raya yang tidak berbatas) beserta semua isinya.

11. Merenung atas semua kejadian alam yang terjadi di sekeliling kita (tsunami, gunung meletus, gempa dsb). Dimana semua itu mungkin berupa ujian keimanan, peringatan, atau teguran bagi kita agar kita selalu ingat kepada-Nya/ mengikuti perintah-Nya. Bukan makin tersesat ke perbuatan maksiat atau perbuatan lain yang dilarang oleh-Nya. Ya Allah kami mohon bimbingan-Mu agar kami dapat selalu introspeksi atas semua kesalahan yang kami perbuat, meninggalkan larangan-Mu dan kembali ke jalan-Mu ya Allah.

12. Mensyukuri begitu besar nikmat yang sudah diberikan oleh Allah SWT
Jangan selalu melihat ke atas, lihatlah orang lain yang lebih susah. Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh-Nya.Saat ini kita masih bisa bernafas, masih bisa makan, bisa minum, masih mempunyai keluarga, masih mempunyai apa yang kita miliki saat ini,masih mempunyai panca indera mata, hidung, telinga dan...masih bisa bernafas (masih diberi kesempatan hidup). Masih pantaskah kita tidak bersyukur dan tidak berterimakasih pada-Nya.

translator